Pada kesempatan tersebut, Syekh Riyadh menceritakan kisah Sayyidina Umar bin Khattab dan kemiripannya dengan Habib Luthfi bin Yahya dengan bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Habib Ahmad al-Habsyi.
Pada suatu hari ada seorang laki-laki yang hendak menjumpai Sayyidina Umar. Sayangnya orang tersebut tidak mengetahui di mana Amirul Mukminin berada. Sampai pada suatu malam, ketika lelaki itu pergi ke masjid, ia mendapati seseorang yang sedang bermunajat sambil berkata, “Apakah Engkau tidak menerima dan tidak mengampuni aku, sehingga aku harus mengucapkan bela sungkawa atas diriku sendiri.”
Lelaki tersebut kemudian bertanya kepada orang yang ada di dalam masjid, “Siapa engkau yang berdoa di saat malam hari di mana manusia terlelap dalam tidurnya?”
Lalu yang di dalam masjid menjawab, “Saya adalah Umar.”
Maka lelaki tersebut bertanya, “Ternyata engkau wahai pemimpin kami, Umar. Di waktu malam ini, engkau bermunajat meminta kepada Tuhanmu. Kemudian Sayyidina Umar berkata, “Jikalau aku tidur di waktu malam maka aku menelantarkan hak Tuhanku untuk disembah, untuk didekati, untuk beribadah kepadanya. Dan jikalau aku tidur di waktu siang maka aku menelantarkan rakyatku.”
Setelah menceritakan kisah tersebut, Syekh Riyadh melanjutkan ucapannya,
“Dan perkumpulan kita pada hari ini mengingatkan kita pada peristiwa Umar Bin Khattab barusan, bahwa tadi malam Habib Luthfi tidak tidur. Kemudian di waktu pagi seperti ini sudah duduk di antara kita, berzikir bersama dengan kita, padahal hari ini tidak seperti Habib Luthfi yang di masa lalu, maksudnya tanggung jawab beliau sudah lebih banyak. Bahkan beliau punya tanggung jawab untuk menjadi penasehat di negara ini dan lain sebagainya. Akan tetapi itu semua tidak akan mengubah keadaan beliau untuk tetap melayani tamu dan setiap paginya masih hampir ke majelis seperti ini dan ini mengingatkan dengan peristiwa Umar Bin Khattab,” kata Syekh Riyadh sebagaimana yang diterjemahkan oleh Syekh Ahmad al-Habsyi
Selain itu, Syekh Riyadh juga menjelaskan adanya perbedaan antara orang alim sesungguhnya dengan yang tidak melalui perubahan padanya setelah diberikan kenikmatan dari Allah.
“Dan jika kita mengetahui seseorang yang alim yang ia benar-benar terhubung pada Allah Swt., maka kita bisa lihat dari keadaannya. Kalau perubahan-perubahan yang sampai mengubah dirinya sebab adanya kekayaan, kekuasaan dan jabatan, berarti ia tidak termasuk dalam kisah Umar bin Khattab. Tetapi kalau ada seseorang yang alim dan apapun yang datang kepadanya tidak akan mengubah keadaannya, berarti orang tersebut adalah orang yang terhubung kepada Rasulullah saw. dan Allah Swt. Karena Umar bin Khattab suatu ketika berbicara di dalam hatinya sendiri, ‘wahai Umar, engkau sekarang menjadi seseorang yang mulia, seseorang yang besar.’ Ketika ada bisikan di dalam hatinya seperti itu, beliau turun dari tunggangannya dan berdiri di belakang tembok, kemudian beliau menasehati dirinya sendiri, ‘Umar, engkau dulu adalah orang yang lemah kemudian engkau diberikan kenikmatan seperti ini oleh Allah Swt. maka bertakwalah wahai Umar atau engkau akan mendapatkan siksa dari Allah Swt.”
Terakhir, Syekh Riyadh juga menyampaikan bahwa bentuk khidmahnya terhadap Habib Luthfi ini juga atas nasihat dari gurunya, Syekh Rajab Dieb. Beliau mengingat wasiat tersebut yang disampaikan kepadanya dan kepada Syekh Adnan al-afyouni ketika keduanya masih hidup.
“Syekh Rajab Dieb mewasiatkan kepadaku dan kepada Syekh Adnan, ‘pergilah kalian berdua ke Indonesia dan berkhidmahlah kepada Habib Luthfi karena beliau memiliki sesuatu yang besar.’ Maka, biasanya seseorang tidak mengetahui kadar orang yang alim kecuali orang alim tersebut meninggal dunia atau hilang di antara kita. Oleh sebab itu, berhati-hatilah jangan sampai kita termasuk dalam golongan tersebut dan mari kita doakan agar Habib Lutfi diberikan kesehatan oleh Allah Swt., diberikan panjang umur dan kemudahan dalam setiap jalannya,” tutup Wakil Mufti Lebanon tersebut.
Sumber : jatman.or.id